Jumat, 11 Februari 2011

Tempayan Retak


Setiap dari kita memiliki cacad dan kekurangan kita sendiri.
Kita semua adalah tempayan retak.
Namun jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan kita untuk menghias-Nya.
Di mata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma.
Jangan takut akan kekuranganmu.
Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan Tuhan.
Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.

Tetesan Terakhir



Jika engkau memiliki tanggungan beban, engkau akan mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau itu di padang gurun sekalipun.
Engkau juga akan mengetahui jalan untuk menemukan tetesan itu.
Selalu ada tetesan setelah tetesan terakhir.
Aku telah ratusan kali mengalami jalan buntu untuk semua masalah serta kebutuhan yang aku perlukan.
Namun hingga saat ini aku selalu menerima tetes berkat untuk hidupku.
Aku percaya Tuhanku hidup dan aku percaya tetesan berkat-Nya tidak pernah kering, walau mata jasmaniku melihat semuanya telah kering.
Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku.
Saat aku mencari, aku menerimanya karena ada pribadi yang mengasihiku.”

Bila Anda memiliki alasan yang cukup kuat, Anda akan menemukan jalannya
.
Seringkali kita tak kuat melakukan sesuatu karena tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menerima hal tersebut.


Mengurai Cinta Menjadi Perbuatan




“Aku memutuskan untuk mencintainya.
Aku berusaha melakukan yang terbaik.
Perempuan itu melakukan semua kebaikan-kebaikan yang bisa ia lakukan untukku.
Sampai aku bahkan tak pernah merasakan ketidak-rupawanan wajahnya dalam kesadaranku.
Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisiknya….”

Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta yang terus menerus.
Yang dilakukan para pecinta sejati adalah memberi tanpa henti.
Hubungan bisa bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi di dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang dilahirkan oleh perasaan cinta itu.
Seperti seorang Lelaki yang terus membahagiakan Wanitanya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya.
Dan wanitanya, yang terus menerus melahirkan kebajikan-kebajikan dari cinta tanpa henti sepanjang hari….

Kisah 2 orang Sahabat

Randolph Bourne, intelektual Amerika yang juga anak didik John Dewey mengatakan :
seorang teman itu memang dipilih untuk kita berdasarkan hukum perasaan yang tersembunyi, bukan oleh kehendak sadar kita si manusia

 
Ini kisah persahabatan dua anak manusia. Yang seorang
adalah putra presiden, yang lain pemuda rakyat jelata bernama Pono.

Persahabatan ini sudah terjalin sejak mereka masih di bangku sekolah. Pono punya kebiasaan yang kadang menjengkelkan. Apa pun peristiwa yang terjadi di depannya selalu dianggap positif. "Itu Baik!” katanya
senantiasa.

Hari itu seperti yang sering mereka lakukan, Pono menemani sahabatnya berburu. Tugasnya membawa senapan dan mengisi peluru agar selalu siap digunakan. Entah kenapa, barangkali belum terkunci secara sempurna, setelah diserahkan kepada sahabatnya senapan itu
meletus. Akibatnya cukup fatal. Ibu jari putra presiden terkena terjangan peluru dan putus. Melihat itu tanpa sadar dengan kalemnya Pono berkomentar. "Itu Baik!” Kontan sahabatnya naik pitam. “Bagaimana Kau ini! Jempolku putus tertembak, malah dibilang Baik.
Brengsek!” Agaknya, kali ini kelakuan Pono tak termaafkan. Ia dijebloskan ke penjara.

Beberapa bulan kemudian, sang putra presiden kembali pergi berburu ke Afrika. Malang, ia tersesat di hutan lebat dan ditangkap suku primitif yang masih kanibal. Malam harinya, dalam keadaan terikat ia akan dibakar untuk disantap ramai-ramai. Anehnya, mendadak ia dibebaskan. Belakangan ketahuan, suku tersebut pantang memangsa
makhluk yang organ tubuhnya tidak lengkap.

Nasib baik itu membuat sang putra presiden termenung. Ia teringat kembali peristiwa ketika jempolnya putustertembak lantaran ulah
Pono. Ia kemudian menemui Pono di penjara.

"Ternyata Kau benar. Ada baiknya jempolku tertembak, ”katanya sambil menceritakan peristiwa yang baru sajadialaminya di Afrika.
"Aku menyesal telah memenjarakanmu.".
“Oh, tidak!’ Bagiku, ini Baik!”

“Bagaimana kau ini? Memenjarakan teman kau bilang baik?”

“Kalau aku tidak dipenjara, pasti saat itu aku bersamamu.”