Senin, 21 Februari 2011

Pelajaran dari Kisah Mualaf

Mualaf adalah orang yang baru masuk Islam. Adalah hal yang tidak mudah ketika seorang nonmuslim akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam. Tentu ada berbagai pertimbangan dan kehati-hatian dalam menentukan pilihan tersebut.
Keberanian mereka untuk mengubah keyakinan merupakan keputusan yang benar-benar patut dihargai. Dengan melihat titik awal tersebut saja, sebenarnya banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah mualaf tersebut.

Mereka tentu menghadapi berbagai risiko, baik sosial maupun lainnya, yang tidak ringan ketika memutuskan untuk berislam. Bahkan detik-detik menjelang masuk Islam, reaksi keluarga dan masyarakat terhadap keislaman mereka pun sangat keras. Tak jarang berita kontroversial keislaman mereka pun menghebohkan media massa.
Berikut penuturan seorang mualaf: Saya diperingatkan, dengan memeluk Islam kehidupan saya akan sulit, karena Islam bukan bagian dari Amerika.

Dikatakan mereka, dengan ber-Islam maka saya akan diasingkan dari keluarga dan masyarakat
. Kisah mualaf tersebut dialami wanita yang punya nama asli Margaret Marcus .

Dari kisah mualaf kita dapat mengetahui bahwa ada banyak alasan yang menyebabkan orang akhirnya memutuskan untuk menganut Islam. Tetapi satu hal yang pasti adalah bahwa mereka telah menemukan kebenaran yang mereka cari, bermula dari ketidakpuasan atas keyakinan sebelumnya.

Meski, ada pula orang yang masuk Islam hanya untuk legalitas saja; untuk syarat pernikahan, umpamanya. Atau, bahkan justru ada pula orang yang menganut dan mempelajari Islam untuk mencari kelemahan dan menghancurkan Islam dari dalam.
Belajar dari kisah mualaf adalah belajar kembali memaknai keislaman kita. Kita lihat salah satu contohnya tentang pemaknaan bacaan basmalah dan hamdalah dalam kacamata seorang mualaf yang tinggal di Bandung, Charlet Veiby.
Ia mengungkapkan, Dalam Islam, mau ngapa-ngapain kita disuruh membaca Bismillahirrahmanirrahim. Mungkin kalau bagi yang lain, yang sudah memeluk Islam sejak dari kecil atau dari lahir, tidak begitu bermakna ketika mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim atau Alhamdulillahirabbil\'alamin, tetapi bagiku, amat sangat bermakna. Rasanya sedih saja, soalnya mau ngangkat apa, megang apa kalau tidak ada ridho Allah, kita mau bagaimana? Sepintar apa pun kita, sehebat apa pun kita, Islam mengajarkan bahwa pujian itu hanya milik Allah.
Berdasarkan kisah mualaf itu, umumnya mereka lebih sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran Islam jika dibandingkan dengan kita yang Islam sejak lahir. Hal ini dikarenakan kemampuan mereka untuk membandingkan agama yang mereka anut sekarang (Islam) dengan ajaran yang mereka anut sebelumnya.
Jadi, indahnya Islam lebih terasa. Kita merasa sepertinya sudah serba tahu tentang Islam, padahal hanya sedikit yang kita ketahui. Kalau mualaf bisa berjuang begitu kerasnya dalam mencari keindahan Islam, mengapa kita tidak?
Walaupun sebagian mereka keimanannya masih lemah dan masih dalam proses menuju hidayah yang lebih sempurna, namun dari kisah mualaf diharapkan lebih banyak non muslim yang memeluk Islam dan agar umat Islam termotivasi untuk meningkatkan keimanannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar